Selasa Legi, 5 November 2024
Cerita tentang ular memang selalu berbau mistis. Kalau tidak dikaitkan dengan iblis atau hantu, maka sang ular biasa dihubungkan dengan hal-hal lain yang terkadang terjadi di luar nalar. Sebagai contoh, konon di hutan kalimantan yang misterius, para penduduk sekitar menceritakan mengenai adanya ular yang biasa terbang dan hinggap di kepala manusia untuk menyantapnya. Sementara di lombok, ada kisah mengenai ular berare yang disebut-sebutjuga sebagai ular terbang.
Apakah makhluk yang disebut ular terbang hanya sebuah mitos ataukah memang ada di dunia nyata? Ular terbang ternyata bukan sekedar mitos. Makhluk ini juga telah terdokumentasi dengan baik oleh dunia sains. Namun pada awal penampakannya, bahkan para zoologyst asing pun tidak dapat mempercayainya. Sebenamya ular ini tidak benar-benar terbang, namun nama ini telah melekat pada hewan yang satu ini selama lebih dari 100 tahun.
Laporan mengenai ular terbang di Indonesia pertama kali diceritakan oleh para misionaris asing yang bekerja di Sumatera. Pada suatu hat di tahun 1833, seorang sesepuh penduduk lokal di Sumatera mendatangi dua misionaris barat yang sedang bekerja di sana untuk menceritakan pengalaman anehnya. Sesepuh yang bemama Tam Basar itu bersumpah bahwa ia dan para penduduk lainnya pernah melihat ular yang sedang terbang di udara. Takut dengan bahaya yang mungkin ditimbulkannya, mereka segera membunuh ular itu sesaat setelah mendarat di dekat mereka.
Kedua misionaris barat itu tidak begitu saja mempercayai kisah Tam Basar. Namun Tam Basar bersikeras bahwa is menceritakan hal yang sesungguhnya. Ia juga menambahkan bahwa ular itu memiliki panjang sekitar 1,2 meter dan tidak memiliki sayap. Satu tahun kemudian, pada Januari 1834, salah satu di antara misionaris tersebut, NM Ward, sedang berjalan melewati hutan dekat sungai Pedang Bessie, sekitar 1,6 km dari lokasi dimana Tam Basar melihat ular terbang. Ia dan teman seperjalanannya berhenti sebentar untuk mempelajad sebuah pohon tinggi di dekat situ. Ketika mereka melihat ke atas, mereka begitu terkejut karena melihat seekor ular yang sedang terbang, persis seperti yang diceritakan oleh Tam Basar. Ular itu terlihat bergerak dengan cepat di udara di bawah pohon tempat mereka berdiri. Ward kemudian menceritakan pengalamannya dalam surat kabar "Missionary Herald" edisi Maret 1841. "Dengan demikian, aku menjadi yakin dengan adanya ular terbang. Para penduduk lokal yang mengenal wilayah hutan di situ juga mengetahui fakta ini dengan jelas," katanya.
Walaupun kedengarannya aneh, namun sekarang kita bisa mengetahui bahwa di Asia Tenggara paling tidak ada lima spesies "ular terbang". Ular-ular tersebut sebenamya tidak terbang, melainkan meluncur atau melompat dan keberadaan ular ini bahkan sudah dibuktikan dengan beberapa foto dan rekaman video. Nah, begitulah salah satu fakta aneh sekaitan dengan ular.
Namun, kisah yang akan saya (Penulis) tuturkan berikut tentu saja jauh lebih aneh lagi, bahkan pasti sulit dibuktikan dengan akal sehat. Kisahnya terjadi beberapa tahun sham, persisnya ketika kami melakukan ronda untuk menjaga keamanan di kampung karni yang sedang rawan disatroni maling. Malam itu udara cukup dingin mencekam. Namun aku dan teman-teman yang sedang meronda tidak peduli. Selain kami semua telah memakai jaket dan sweter, juga ada kopi hangat yang menemani kami main kartu. Di tengah asyiknya main, tiba-tiba aku kebelet buang air kecil.
Aku pun terpaksa harus buru buru meninggalkan teman-teman dan permainan. Aku lalu mencari tempat tersembunyi untuk buang air. Ya, aku menemukan semak-semak dekat pohon mangga yang bercabang-cabang. Langsung saja aku buang air kecil di situ. Setelah aku buka resleting celana, air kencing pun memancur. Namun, di tengah 1 asyiknya kencing entah kenapa mendadak bulu kudukku merinding. Dan ketika aku menoleh ke kanan, aku melihat seorang perempuan berambut panjang tengah membelakangiku. Semula aku sangat terkejut. Namun, dengan sedikit keberanian aku tidak lupa memperhatikan kakinya. Mungkin saja dia bukan perempuan sewajamya.
Astaga! Dugaanku temyata benar. Kaki perempuan misterius itu tidak menyentuh tanah. Sadar akan hal itu aku pun berteriak sekuat-kuatnya dan langsung lari tunggang-langgang kembali menuju pos. Teman-teman yang melihat aku lari ketakutan dengan resleting celana masih terbuka dan nafas ngos-ngosan, bukannya membantuku tapi mereka malah mentertawaiku. Setelah semua tawa reda dan keadaan kembali tenang, berulah salah seorang temanku bertanya. "Ada apa lari-lari sambil pamer adik kamu?" tanya temanku masih saja meledekku. "Alai melihat hantu di pohon mangga sana!" jawabku tanpa memperdulikan ejekan mereka. "Rambutnya panjang dan kakinya tidak menyentuh tanah. Yang pasti dia wanita," sambungku lagi sambil berusaha mengatur tarikan nafas.
Mendengar penjelasanku yang penuh keseriusan, teman-teman langsung membisu. Bisa kulihat dengan jelas dari raut wajah mereka, sepertinya ada ketakutan yang juga aku rasakan. "Jadi kamu melihatnya juga?" tanya seorang temanku yang tentu saja mengejutkanku. "Maksudmu?" tanyaku, sebab merasa belum begitu jelas dengan maksud pertanyaannya yang bemada aneh. "Kemarin aku juga sempat melihat selintas. ada wanita berpakaian putih di sana. Tapi aku kira itu hanya perasaanku saja. Nyatanya kamu juga melihat hantu di pohon mangga itu! jelas Ading, temanku.
Dengan penjelasanku dan dukungan Ading, semua orang pun semakin percaya kalau di pohon mangga itu memang ada hantunya yang kerap menjelma dalam wujud wanita berbusana putih dengan rambut panjang riap-riapan. Esok harinya setelah kejadian yang kualami, kabar penampakan hantu wanita itu pun menyebar ke seluruh desa. Dan teryata ada dua saksi lagi yang mengaku pemah ditemui hantu wanita itu. Karena kehobohan ini membuat masyarakat di desaku semakin paranoid, maka untuk mengatasinya penduduk didatangkanlah seorang kyai sepuh untuk langsung turun Langan. Kyai Jamal, namanya.
Suatu malam, Kyai Jamal melakukan ritual pengusiran di pohon mangga itu. Sang kyai mengajak tiga orang muridnya, termasuk aku. Ketika itu malam hampir pukul dua dinihari. Aku, dua temanku, dan kyai Jamal pun melakukan ritual pengusiran. Setiba di "depan pohon mangga kami berempat duduk bersila. Kemudian aku hanya mendengar desisan dari mulut Kyai Jamal yang komat-kamit nyaris tiada henti. "Apo yang sedang kau lakukan di pohon mangga ini?" tanya Kyai Jamal tiba-tiba. "Aku tersesat di pohon ini," seorang temanku tiba-tiba berbicara selayaknya suara perempuan. Aim dan temanku yang satung saling berpandangan karena merasa heran.
Rupanya makhluk siluman itu menjadi tubuh Dowi, temanku sebagai mediumnya. "Tenanglah! Dia hanya meminjam raga Dowi!" terang Kyai Jamal yang mengerti keheranan kami. Lalu, kepada makhluk itu Kyai Jamal kembali bertanya, "Kenapa kau bisa tersesat?" "Seorang pencari rumput tanpa sengaja membawaku hingga sampai ke sini," lanjut Dowi, temanku yang telah dipinjam raganya itu. "Apo wujud jasmanimu?" tanya Kyai Jamal lebih lanjut. "Ular!" jawabnya. "Baiklah, kami akan berusaha mengembalikanmu ke tempat semula. Tapi tentunya setelah kau memberitahukan kediamanmu." "Aku bertempat tinggal di goa dekat gunung Watu Pecah," jawab temanku, masih dengan suara perempuan.
Usai berkata demikian, temaku tiba-tiba roboh, tak sadarkan. Kami pun menahannya. Anehnya, tak lama kemudlan keluar seekor ular hitam dad atas pohon Tubuhnya yang panjang itu melata dan meliuk-liuk sembari mendesis-desis. Melihat pemandangan itu seluruh tubuhku jadi merinding. Rupanya ular itulah biang keladi semua ketakutan warga. Dialah yang telah menjelma menjadi sosok perempuan misterius berbaju putih dengan rambut panjang riap-riapan. Kyai Jamal lalu menyambut kedatangan ular hitam yang mendekat padanya itu.
Dengan tanpa takut atau jijik sedikit pun guruku ini memungut ular hitam sebesar lengan orang dewasa itu, lalu menaruhnya ke dalam kantung kain hitam yang rupanya telah beliau persiapkan sebelumnya. Tanpa membuang waktu, pada malam itu pula kami harus mendaki. gunung Watu Pecah yang lumayan tinggi. Lalu, setiba di goa yang dimaksud oleh ular itu, Kyai Jamal meletakkan hewan melata itu dengan perlahan di mulut goa. Setelah itu kami semua kembali menuruni gunung. Kyai Jamal lalu menerangkan pada kami bahwa ular jelmaan hantu wanita itu tak akan mengganggu lagi. Perkataan Kyai Jamal memang terbukti. Karena setelah pedstiwa pemulangan ular jelmaan ke tempatnya semula, hantu wanita itu tidak pernah lagi menampakkan dirinya.