Kamis Pahing, 21 November 2024
Di sebuah perengan Kalianyar, yang masuk wilayah Dukuh Kenteng, Desa Demakan, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah, terdapat pohon yang di keramatkan, yaitu pohon Serut yang dililit pohon gendulak-gendulik. Punden inilah, yang disebut Keramat Mbah Mojo.
Konon saat zaman perjuangan Pangeran Diponegoro ketika hendak mengusir penjajahan di Tanah Jawa, punden ini pernah di gunakan untuk bertapa Kyai Mojo, penasehat dan guru Pangeran Diponegoro, yang bernama Kyai Mojo. Saat bertapa, karena begitu lamanya, pohon tersebut hingga menaungi tubuh beliau hingga tak kelihatan. Ditempat inilah Kyai Mojo mendapat petunjuk dari Allah SWT untuk membantu perjuangan Pangeran Diponegoro. Dan dengan bergabungnya Kyai Mojo ini, maka perjuangan Pangeran Diponegoro semakin hebat, bahkan tercatat sebagai perjuangan kaum ningrat Jawa yang paling dahsyat dalam catatan sejarah VOC.
Dana VOC habis terkuras untuk menghentikan perjuangan Pangeran Diponegoro ini. Dialah yang dijuluki Sultan Erucakra, raja Tanah Jawa tanpa mahkota yang paling popular. Ditempat bekas pertapaan Kiai Mojo yang akhirnya dikenal sebagai Punden Keramat Mbah Mojo ini, banyak para pelaku spiritual sering menemukan benda-benda pusaka semacam tosan aji, dan selo aji. Bahkan pernah ada yang diberi Kitab Stambul sehingga Punden Keramat Mbah Mojo ini semakin popular dimata pelaku spiritual setempat.
Perjalanan kami hingga sampai tempat ini, karena ajakan seorang sahabat yang bernama Hayu Khrisna Mukti. la penggemar tanaman bonsai, baik yang berukuran mini, sedang, hingga raksasa untuk taman. Sebelum mengajak penulis, Hayu pernah datang ke tempat ini dengan beberapa rekannya, untuk mengambil bonsai serut raksasa yang tumbuh dimakam Mbah Mojo ini. Sayangnya saat mereka mendekati tempat ini, Trie, rekannya tiba-tiba kesurupan, hingga ngomong tak karuan. Dalam keadaan kesurupan itu, Trie, berteriak-teriak :
"kurang ajar, siapa yang berani mengganggu tempat tinggalku, akan aku tumpas kelor. Aku Mbok Ratu Suwanggi, penguasa wilayah Keraton Gaib Sonosewu. Ayo siapa yang berani melawanku...! Teriaknya tidak karuan, yang membuat rekan-rekannya merinding ketakutan.
Akhirnya, Trie, dengan paksa dibawa pulang oleh Hayu dan rekan-rekannya. la takut kalau terjadi hal yang tak diinginkan semakin parah. Sesampainya di rumah, Trie, di bawa ke tempat Om Yono. Disitu Trie diber air putih, dan beberapa saat kemudian ia tersadar dari kesurupan itu. Dasar Hayu, yang memang menyukai tantangan, kejadian itu justru membuat dia semakin penasaran dengan tempat itu. Apalagi oleh Pak Bos Gie, jika pohon serut yang tumbuh di keramat Mbah Mojo itu bisa diambil, akan dibeli dengan harga 5 juta-an. Kenapa Hayu senekat itu?, dalam prinsip hidupnya; "lebih takut lapar, daripada takut setan."
Kenekatan Hayu inilah yang menghantarkan jejak langkah penulis ke Punden Keramat Mbah Mojo. Untuk mencapai tempat ini harus lewat tanggul Kalianyar Sonosewu. Karena musim penghujan, maka jalan yang dilewati ini sangat becek, sepeda motor pun sangat sulit menembusnya. Sebelum sampai di Punden Keramat Mbah Mojo, terlihat bendungan Kalianyar Sonosewu. Mata batin kami menangkap sebuah komunitas gaib di tempat ini, ya, tepat di bendungan tersebut. Komunitas hantu air yang dipimpin oleh sosok berambut gimbal panjang dan wajah mengerikan. Seluruh tubuhnya berwarna hijau. Dari penampakannya, hantu air ini dapat dipastikan jahat.
"Ada apa, mas?" tanya Hayu Khrisna Mukti.
"Itu, di bendungan Kalianyar ada komunitas hantu air. Tampaknya cukup jahat. Dari deteksi saya, sepanjang 1 km ke kiri dan kanan tempat ini, setiap tahun dapat dipastikan ada orang yang mati tenggelam, minimal satu orang."
"Benar mas, itu sudah semacam tradisi tempat ini, Dan biasanya yang tenggelam bukan warga setempat, tapi pasti orang jauh," timpal Hayu.
"Penguasanya bernama Lelepah, beraura negatif, tempat ini tidak baik pengaruhnya bagi lingkungan ini."
Lalu perjalanan dilanjutkan menuju ke Punden Keramat Mbah Mojo. Baru akan sampai tempat ini, tiba-tiba angin berhembus sangat kuat, seakan-akan menyerang kami. Angin yang aneh, sambil bercanda Hayu bilang, "untung sebelum berangkat tadi aku sudah minum tolak angin, mas, he he he..."
Sebuah pohon yang berbentuk payung, hingga batang utamanya tak kelihatan, karena tertutup ranting-ranting yang menyelimutinya. Dari jarak beberapa meter saja, sudah terasakan kalau aura tempat ini menyambut dengan tidak bersahabat, dan getarnya cukup kuat. Sudah tanggung, sampai di lokasi yang menjadi tujuan bila tidak masuk melihat batang utamanya. Untuk masuk haruslah menyibak ranting-rantingnya dulu. Di dalamnya terlihatlah sebuah pohon serut cukup besar dengan lekukan yang sangat indah untuk bonsai taman. Yang unik pohon ini dililit pohon semak gendulak-gendulik. Pohon semak yang biasanya cuma kecil, di tempat ini bisa sebesar paha manusia dewasa dan mencapai ketinggian 4 meteran.
"Menurut warga, pohon gendulak-gendulik ini merupakan bantal tidur makhluk gaib disini, mas," terang Hayu
"Bukan cuma bantal, tapi ini merupakan tempat tinggal, setiap cabang dan ranting dihuni warga gaib komunitas Mbah Mojo ini," jelasku, yang tiba-tiba ada kekuatan besar yang menghantam tengkuk. Beruntung tak terjadi apa-apa.
"Ada apa, mas?" tanya Hayu
"Kemarahan penguasa disini, sosok yang tinggi besar seperti Kingkong, mata merah menyala dan satu tanduk di atas dahinya. Ini kelas Genderuwo. Namanya Kolo Mercukundo."
"Berani ngambil pohon serut ini, mas?"
"Berani! Tapi syaratnya harus minta izin warga setempat dulu. Masalahnya tumbuhnya pohon ini di perengan (pinggir) sungai. Di atas pohon atas Kalianyar Sonosewu, dibawahnya ada Kali Cilik lama. Jika warga mengijinkan, besok kita ambil."
Ketika Hayu bicara dengan seorang warga, hal itu tidak diijinkan, karena memang untuk menjaga lingkungan agar tidak longsor tanah perengan tersebut, yang kedua tempat ini sebagai punden warga yang dianggap sebagai cikal-bakal mereka. Dengan begitu, maka batalah untuk memboyong pohon serut ini guna dijadikan komoditi tanaman taman. Dan untuk tombo-cilek (kecewa), maka Hayu mengambil dahan serut sebesar lengan yang cukup indah untuk di stek, dan menggergaji akar gendulak-gendulik, dibawa pulang.
Siang itu memang seperti tak terjadi apa-apa. Malam harinya, lewat tengah malam, tiba-tiba saya di datangi pasukan yang cukup besar yang dipimpin seorang wanita yang mengaku bernama Ratu Ni Mbok Suwanggi. la sangat marah karena ada bagian rumah anak-buahnya yang diambil dengan paksa. Dalam dialog malam itu..
"Raden, kembalikan rumah kawulaku, mereka menangis tak punya tempat tinggal. Kasihanilah mereka," kata perempuan gaib itu.
"Nini, aku mengambil akar gendulak-gendulik mau aku muliakan untuk membuat warangka pusaka tombakku. Jika anak buahmu mau, ya, biarkan ikut disini." Akhirnya kemarahan ratu siluman penguasa Sonosewu itu mereda dan mengijinkan akar gendulak-gendulik yang sebesar lengan itu dipakai oleh saya.
Anehnya, malam itu juga, sahabat Hayu Khrisna Mukti, bermimpi sama dengan apa yang saya alami. Tiba-tiba ia merasa didatangi perempuan cantik sebagai penguasanya dan diikuti ribuan anak buahnya mendatangi rumahnya dan bertanya,
"Dimana kamu simpan bagian rumah kawulaku," tanyanya garang.
Karena agak takut, Hayu bilang, "dirumah mas Goen", lalu rombongan gaib itu berjalan ke timur menuju rumah saya. Dan seperti yang terjadi kisah di atas itu. Dimalam dan jam yang hampir sama, kejadian itu terjadi. Benar-benar aneh bila dimasukkan dalam alam rasional. Namun ini hal yang nyata terjadi. Siapa perempuan cantik yang bergelar Ratu Ni Mbok Suwanggi itu?
Kawasan Sonosewu dikenal sebagai punjer spiritual Tanah Jawa di zaman dulu, karena sudah masuk dalam agenda Ramalam Prabu Joyoboyo, yang mengatakan kelak kawasan Sonosewu ini akan menjadi pusat kerajaan yang besar dan menjadi berkembangnya agama baru (saat ramalan itu dibuat, agama yang besar adalah agama Hindu). Ratu Ni Mbok Suwanggi adalah penguasa dari dimensi gaib yang diperintahkan oleh Sang Maha Prabu Jayabaya, untuk menguasai dan menjadi penyeimbang alam di Sonosewu. Karena bumi Sonosewu merupakan bumi kewahyon yang memiliki daya pesona spiritual sangat tinggi, bisa dimanfaatkan power auranya bagi mereka yang ingin nggegayuh atau tertark dalam dunia kekuasaan.
500 tahun kemudian, ramalan itu hamper menjadi kenyataan. Saat berdirinya kerajaan Mataram Kartosuro, yang setelah mengalami serangan oleh gabungan Sunan Kuning yang dibantu orang-orang Tionghoa pelarian dari Batavia. Keraton Kartosuro jebol. Sebuah pusat pemerintahan yang pernah dijamah musuh, dianggap sudah tidak memiliki wibawa dan beraura buruk. Maka ada pemikiran untuk memindah keraton Kartosuro yang kala itu dibawah pemerintahan Sunan Paku Buwono II. Maka diutuslah Tumenggung Honggowongso, Eyang Tumenggung Yosodipuro, Syech Tapel Wojo pendetanya bangsa lelembut, dan Mayor Hoogendrop.
Dari Keraton Kartosuro dilepaskanlah kuda agar berlari mencari wilayah baru. Dimana kuda itu berhenti, maka tempat itulah yang dianggap layak untuk didirikan keraton. Tempat berhentinya itu adalah di Desa Talangwangi dan Desa Solo yang terletak di barat Bengawan Solo. Satunya lagi terletak di timur Bengawan Solo yaitu di Desa Sonosewu ini. Padahal menurut carita kondho kasepuhan, jika keraton didirikan di Sonosewu, maka keraton ini akan menjadi pusat berkembangnya kabudayan dan agama baru yang umurnya sangat panjang.
Konon, hal inilah yang ditakuti oleh Belanda. Maka dicarilah cara untuk mengalihkan lokasi pembangunan keraton di luar Sonosewu. Maka Desa Solo menjadi pilihannya. Dan untuk mengambil aura positip bumi kewahyon itu, maka oleh para ahli spiritual keraton lewat prosesi ritual yang sakral diambillah tanah Desa Talangwangi dan tanah Desa Sonosewu untuk dijadikan satu dengan tanah Desa Solo. Juga kala itu campur tangan Belanda sangat kuat, pertimbangan politis lainnya jika keraton dibangun di Timur Bengawan Solo, Belanda harus membuat jembatan yang besar biayanya untuk menghubungkan wilayah yang dibelah Sungai Bengawan Solo. Akhirnya ratusan tahun lamanya wilayah Sonosewu menjadi terlantar dan kala itu hanya berdiri tugu kecil. Kini Sonosewu justru dibuat sebagai pusat peribadatan umat Hindu, yang dikelola dari berbagai ethnis bangsa dunia. Bahkan sekarang juga menjadi tujuan wisata ziarah bagi umat Hindhu dan mereka yang tertarik dengan sejarah Sonosewu ini.