Selasa Legi, 5 November 2024
Rantai Babi adalah benda mustika yang dikeramatkan lantaran keampuhan dan keberadaannya yang langka. Banyak orang yang mengaku punya barang mustika ini tapi belum tentu masih memiliki khodam. Mustika yang masih ada khodamnya inilah yang bisa dipergunakan untuk ritual pesugihan contohnya, seperti yang dimiliki oleh Abah Agus. Saat itu di hutan Sancang, Garut, Abah Agus hendak pulang melintasi hutan tersebut. Di tengah perjalanan Abah Agus bertemu dengan segerombolan babi yang dipimpin oleh seekor babi besar yang di lehernya seperti memakai kalung. Saat gerombolan babi tersebut sedang mandi, si raja babi hutan ini membuka kalungnya lalu disimpan disebuah pohon. Aneh bin ajaib babi berubah wujud menjadi seorang ksatria tampan.
Secepat kilat Abah Agus menyambar barang tersebut kemudian bergulat dengan ksatria tersebut. Ternyata Abah Agus berhasil mengalahkan ksatria tersebut. Dia mengaku kalah lantaran barang yang dia jaga selama ini sudah pindah tangan. Dan barang tersebut sebuah mustika raja babi yang bernama rantai babi dan dia pun berjanji akan turut atas perintah Abah Agus. Siapa sebenarnya raja siluman babi yang maujud seorang kesatria tersebut. Menurut cerita, seorang putri yang telah dikutuk oleh dewa menjadi siluman babi. Siluman ini ketika berkelana di alam fana mencintai seorang kesatria pilih tanding bernama Pangeran Paku Haji. Dari perkawinan itu lahirlah seorang putra bernama Pangeran Geduk Wicaksana dan setelah dewasa mustika milik ibunya diturunkan pada anak tunggalnya. Sekarang pemilik mustika tersebui adalah milik Pangeran Geduk Wicaksana dengan sebutan Si Gimbal Penguasa Gunung Gelap.
Kisah nyata dibawah ini berkisah pesugihan dimana media utamanya adalah mustika rantai babi. Tata caranya sangat berbeda dengan ritual pesugihan biasa. Mustika ini sangat jarang dimiliki oleh orang-orang biasa, kalaupun ada belum tentu bisa dijadikan media ritual pesugihan. Sebut saja namanya Edi, lelaki asal Jawa Tengah ini minta pertolongan pada Abah Agus untuk mengikuti pesugihan rantai babi. Hari itu Edi mendengar penjelasan dengan seksama dan Abah Agus. Dan sarat utamanya pelaku harus mencuri tanah dari sasaran yang akan dikuras hartanya. Sementara sesaji yang dibutuhkan banyak sekali, diantaranya dua ekor kambing, darah dalam labu, rokok tujuh dan sebagainya. Seminggu kemudian Edi beserta rekannya kembali menemui Abah Agus, maksudnya hendak melanjutkan ritual.
Hari itu tepatnya malam Selasa Kliwon mereka berjalan menuju tegalan yang luas. Dua ekor kambing sudah dituntun serta sesaji komplit sudah dibungkus dengan kain sarung tanpa ada yang ketingalan. Semua pelaku yang ikut menyaksikan acara ritual itu sudah siap-siap bersila sambil memperhatikan apa yang akan terjadi Abah Agus membuka seluruh pakaianya, sementara auratnya ditutupi dengan anyaman daun sirih pertanda ritual akan segera dimulai. Tiba-tiba datang angin puting beliung, banyak pepohonan yang tumbang di sekitar. Sementara Abah Agus yang memandu acara ritual tersebut masih tetap bersila sambil merapaikan ajian-ajian pemangilan Pangeran Gedug Wicaksana, pemilik mustika rantai babi.
Sementara di tengah kampung banyak yang menyuarakan takbir mendengar suara angin kencang yang datangnya secara tiba-tiba. Penduduk tidak tahu kalau malam itu sedang dilaksanakan ritual gaib. Tiba-tiba saja kambing yang sudah ditambatkan mati tertimpa pohon tumbang dan ritual pun tidak bisa dilanjutkan lantaran salah satu hewan itu mati. Bulan depannya Edi sudah siap-siap untuk melakukan ritual kembali, kali ini ia membawa segenggam tanah dari luar Jawa sebagai syarat utamanya dimana tanah tersebut diambil dari tempat orang kaya. Mereka berduyun-duyun ke tempat yang luas dan jauh dari perkampungan. Tak terasa tibalah di suatu tempat yang sangat luas, di situlah ritual dilakukan. Seperti biasanya Abah Agus menanggalkan semua pakainnya laiu duduk bersila sambil menghadap sesaji pertanda ritual akan segera dimulai.
Dalam hitungan menit saja mulai terdengar suara gemuruh pepohonan yang tersapu angin. Suasana pun berubah menjadi mengerikan tatkala tanah lapang yang kering itu tersapu angin hingga menimbulkan debu mengepul ke udara. Dalam keadaan seperti itu tiba-tiba muncul suara gelak tawa yang menakutkan temyata sumbernya berasal dari ke dua makhluk gaib yaitu Eyang Gedug Wisaksana dan Si Unting, jin iprit perempuan yang selalu membantu tugas Eyang Gedug Wicaksana. Tubuh Unting kurus tinggi berambut panjang giginya bertaring dan berkuku panjang. Begitu melihat beberapa ekor hewan yang ada di sekitar itu langsung diterkam. Dalam beberapa menit saja kambing yang dijadikan sesaji itu pun mati terkapar. Lehernya digigit iangsung dihisap darahnya dan masih tampak bibirnya belepotan dengan darah "Tugas apa yang akan aku emban gamparan?" Itulah ucapnya dari ke dua makhluk gaib tersebut. 'Ada pekerjaan untukmu Gimbal," ujar Abah Agus sambil menunjukan seonggok tanah dalam sesaji itu. Tanpa menunggu lama si Gimbal langsung mencium bau tanah hasil bawaan Edi dan secepat kilat kedua makhluk gaib itu pun melesat dan menghilang di kegelapan malam sambil dikuti suara gelak tawa Si Unting.
Tak berselang lama kedua makhluk gaib itu datang kembali sambil membawa beberapa karung yang entah apa isinya. Karung-karung itu lalu disimpan di samping sesaji sambil larak lirik mencari makanan yang disukainya yang sudah disiapkan di tempat itu hingga 4 tempayan sebagai sesaji. Begitu lahapnya si Gimbal menikmati makanan sambil sesekali meminum darah dalam labu tersebut. Sementara para pelaku yang ikut menyaksikan ritual tersebut takut tak terhingga melihat penampakan si Gimbal dan si Unting. "Aku telah melaksankan tugas dari gamparan sambil," tutur makhluk gaib itu sambil menguyah beberapa potong daging mentah. "Bagus, berarti kau masih mau membantu tugasku," ujar Abah Agus. Tanpa menghiraukan ucapan Abah Agus keduanya semakin bernafsu menyantap sesaji, mungkin karena kedua makhlik gaib itu lapar lantaran sudah agak lama tidak diperkerjakan. Tiba-tiba si Gimbal celingak celinguk mencari cerutu. "Hmm cerutu kesukaanku tidak kau sediakan," agak marah suaranya cukup keras.
"Mohon ampun Gimbal dengan kekurangan itu. "Tidak gamparan, perintah gamparan sudah aku lakukan dan sebagai gantinya aku minta salah seorang manusia yang ada di belakang mu!" Abah Agus tersentak mendengar ucapan si Gimbal. Salah satu pelaku ritual diminta sebagai penganti tumbal yang ternyata Ahmad yang ditunjuknya. Sementara si Unting tak henti-hentinya tertawa laiknya kuntilanak semakin menambah gugup para pelaku yang ikut serta. Setelah komunikasi antara Abah Agus dan ke dua makhluk gaib tersebut akhirnya ritual pun dibatalkan lantaran dia tidak mau kehilangan salah satu pasiennya.
Wajah para pelaku itu pucat pasi menyaksikan acara ritual yang baru kali ini dia saksikan dengan mata kepala sendiri. Mereka tidak berkomentar sedikit pun lantaran takut dengan apa yang diucapkan oieh si Gimbal itu benar-benar terbukti. Malam itu mereka pulang meninggalkan arena ritual. Sematara kambing yang sudan mati digigit si Unting disembelih oleh Abah Yaya yang menemani Abah Agus ritual lalu digendong untuk dibawa ke kampung dimana Abah Yaya tinggal uhtuk jadi santapan hewan peliharannya. Pagi harinya orang sekampung itu ribut lantaran merasa kehilangan kambing piarannya. Siapa lagi kalau bukan ulah si Gimbal dan si Unting yang ternyata ke dua makhluk gaib itu merambah ke perkampungan dan hampir setiap warga yang memiliki kambing banyak yang mati.
Juli 2007, rituaL yang ke 3 pun dilaksanakan tak ada satu sesaji pun yang terlewat. Sepertj biasanya Abah Agus sudah siap-siap dengan Abah Yaya untuk menuju tempat yang kosong dimana acara ritual gaib itu akan dilaksanakan. Seluruh sesaji sudah di gelar, dua ekor kambing sudah ditambatkan di bawah pohon randu. Beberapa menit kemudian ritual pun dilaksanakan dan kali ini hanya Edi yang ikut serta. Sementara ternan-temannya menunggu di rumah Abah Agus dengan perasaan yang mendebarkan, takut ritual kali ini pun gagal lagi. Malam semakin larut, Abah Agus dan Abah Yaya belum memutuskan kapan ritual itu bisa dilakukan. Keduanya masih berdebat pembicaraan sambil meyulut rokok kreteknya dan menghisap dalam-dalam. Sepertinya malam ini akan mendapat keberuntungan jika si Gimbal sanggup mengalahkan para dedemit atau siluman yang bergentayangan di sekitar tempat ritual itu.
Hampir menjelang subuh baru ritual itu bisa dilaksanakan. Kedua sesepuh itu mulai siap-siap pada tugasnya masing- masing. Malam yang tadinya terang oleh cahaya bulan purnama berubah menjadi gelap tertutup mega hitam. Dibarengi kilat dan suara petir yang menggelegar di udara cukup keras hingga membuat jantung hampir copot namun ketiga manusia itu masih tetap bertahan. Dari kejahuan terdengar suara gelak tawa si Unting sambil melesat dikegelapan malam. Dan tiba- tiba makhluk itu muncul di hadapan mereka. "Sampurasun Gimbal, terimaksih kau telah hadir ditempat ini". "Ada apa lagi gamparan memangilku?" Sapanya dengan singkat.
Keduanya berkomunikasi langsung yang ternyata betul- betul membuahkan hasil yang lumayan besar. Kedua makhluk gaib itu tidak perlu menjarah lagi sebab uang hasil jarahan yang kedua kali sudah diambil oleh si Gimbal. Ritual yang ke tiga kali hanya melanjutkan dan meminta uang jarahan tersebut untuk diserahkan pada Abah Agus. Malam itu juga ke tiga orang itu segera turun dari tempat ritual lantaran waktu sudah menjelang pagi. Dua ekor kambing yang hampir mati segera disembelih oleh Abah Yaya lalu dibawa kerumah untuk segera di kuliti dan dagingnya dibuang ke kolam untuk dijadikan santapan ikan. Ketika kiriman dari si Gimbal itu dibuka ternyata isinya uang yang tidak sedikit. Edi dan teman-temannya sangat bahagia dengan hasil yang diharapakan itu. Semantara Abah Agus sendiri tak pernah mau mendapat bagian dari hasil ritual tersebut. Itulah sekelumit kisah nyata pengalaman seorang pelaku ritual yang mengunakan media rantai babi. Semoga pembaca bisa mengambil hikmah dari kisah diatas. Satu hal yang penulis sarankan, jangan pernah bersekutu dengan setan, karena sebaik-baiknya setan adalah seburuk-buruknya manusia. Dan tak ada satu setan pun yang tak meminta tumbal dari manusia. Penulis pun tak tahu apa yang terjadi selanjutnya pada diri Edi dan teman-temannya.