Kamis Pahing, 21 November 2024
Bagi masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan, nama Datu Sanggul sangat melegenda. Namun tidak banyak yang tahu kehebatan dan sepak terjang ulama kharismatik nan sakti itu.
Suatu ketika terjadi banjir besar di daerah Tatakan, Banjar, Kalimantan Selatan. Seorang laki-laki bertubuh kurus hendak mengambil air wudhu, entah terpeleset atau sebab lain, tiba-tiba tubuhnya hilang ditelan air bah. Warga yang menyaksikan hal itu sontak panik. Namun sebelum mereka bergerak untuk menyelamatkan, secara ajaib kakek itu rnuncul dari dalam air dengan baju dan tubuh tetap kering! Warga pun keheranan, Namun, kakek tua tidak menghiraukan seribu tatapan warga yang keheranan; Beliau melanjutkan langkahnya menuju masjid untuk menjalankan sholat jumat. Di lain waktu, masyarakat juga menyaksikan tubuh Datu Sanggul melayang dan hilang. Demikian juga soal kuburannya yang berpindah-pindah. Kakek itu tidak lain adalah Datu Sanggul.
Beliau menghabiskan waktunya sehari-hari untuk mengajar Ilmu Ketuhanan dan memberi nasihat kepada umat serta dihabiskan untuk kepentingan dakwah dan menyebarkan agama. Adapun garis besar ajaran Datu Sanggul seperti Syair dibawah yang berasal dari Datu Sanggul sekitar abad ke 18 Masehi bernama "Syair Saraba Ampat" mengisyaratkan kedalaman pengetahuan dengan gaya bahasa daerah menurut zamannya. Syair yang dalam mengenai ilmu Ketuhanan itu cenderung untuk mengakui bahwa syair itu dari beliau. Dikisahkan, bahwa bila beliau menginginkan binatang buruan untuk makanan anak kampung beliau cukup "Menyanggul" maka datangnya binatang buruan yang menyerahkan dirinya sebagai korban, sambii bersenandung dengan syair-syair Ketuhanan.
Syair ini berbahasa Melayu Banjar. Syair Saraba Ampat sebagai berikut :
Menurut riwayat, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari pernah bertemu dengan Datu Sanggul sewaktu masih menuntut ilmu di Mekkah. Dalam beberapa Kali pertemuan tersebut, keduanya kemudian sharing dan diskusi masalah ilmu ketuhanan. Hasil dan diskusi mereka tersebut kemudian ditulis dalam sebuah kitab yang oleh orang Banjar dinamakan kitab Barencong. Berdasarkan tutur lisan yang berkembang dalam masyarakat dan beberapa catatan dan beberapa orang penulis buku, sepengetahuan penulis, setidaknya ada tiga versi yang menjelaskan tentang sosok dan kiprah Datu Sanggul.
Versi Pertama menyatakana bahwa Datu Sanggul adalah putra asli Banjar. Kehadirannya menjadi penting dan lebih dikenal sejarah lewat lisan dan berita Syekh Muhammad Arsyad yang bertemu dengannya ketika beliau masih belajar di Mekkah. Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa Datu Sanggul pernah berbagi ilmu dengan Syekh Muhammad Arsyad dan rnelahirkan satu kitab yang disebut dengan kitab Barenc0ng yang isinya menguraikan tentang ilmu tasawuf atau rahasia-rahasia ketuhanan dan sampai sekarang masih menjadi bahan perdebatan serta diragukan keberadaannya, Karena tidak pernah ditemukan naskahnya.
Namun walaupun demikian pengertian dan kitab Barencong itu sendiri dapat kita tinjau dan pahami dari dua sisi, yakni pemahaman secara tersurat dan secara tersirat. Secara tersurat boleh jadiu kitab tersebut memang ada, berbentuk seperti umumnya sebuah buku dan ditulis bersama sebagai suatu konsensus keilmuan oleh Syekh Muhammad Arsyad dan Datu Sanggul. Hal ihi mehggambarkan adanya pengakuan dari Syekh Muhammad Arsyad akanma ketinggian ilmu tasawuf Datu Sanggul. Kemudian secara tersirat dapat pula dipahami bahwa maksud kitab Barencaong tersebut adalah simbmol dari pemahaman ketuhanan Syekh Muhammad Arsyad yang mendasarkan tasawufnya dari langit turun ke bumi dan simbol pemahamanan tasawuf Datu Sanggul dari bumi naik ke langit. Maksudnya kalau Syekh Muhamamad Arsyad belajar ilmu ketuhanan dan tasawuf berdasarkana ayat-ayat Alquran yang telah adiwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW dan tergambar dalam Shirah hidup beliau, sahabat dan orang-orahg sholeh sedangkan
Datu Sanggul mengenal hakikat Tuhan berdasarkan apa-apa yang telah diciptakan-Nya (alam), sehingga dari pemamahaman terhadap alam itulah menyampaikannya kepada kebenaran sejati yakni Allah, karena memang pada alam dan bahkan panda diri manusia terdapat tanda-tanda kekuasaan-Nya bagi mereka yang mentafakurinya. Dengan Kata lain ilmu tasawuf Datu Sanggul adalah ilmu laduni yang telah dikaruniakan oleh Allah kepadanya. Karena itulah orang yang ingin mempelajari ilmu tasawuf pada dasarnya harus menggabungkan dua sumber acuan pokok, yakni berdasarkan wahyu (qauliyah) dan berdasarkan ayat-ayatNya “tanda-tanc1a"* (qauniyah) yang terpampang jelas pada alam atau makhluk ciptaanNya.
Versi Kedua, menurut Zafri Zamzam (1974) Datu Sanggul yang dikenal pula sebagai Datu Muning adalah ulama yang aktif berdyakwah di daerah bagian selatan Banjarmasin (Rantau dan sekitarnya), beliau giat mengusahakan/memberi tiang-tiang kayu besi bagi orang-orang yang mendirikan masjid, sehingga pokok kayu ulin besar bekas tebangan Datu Sanggul di Kamdpung Pungguh (Kabupaten Barito Utara) dan pancangan tiang ulin di pedalaman Kampung Dayak Batung (Kabupaten Hulu Sungai Selatan) serta makam beliau yang panjang di Kampung Tatakan (Kabupaten Tapin) masih dikenal hingga sekarang.
Salah safu karya spektakularnya yang masih dikanang hingga kini adalah membuat tatakan kayu menjadi soko guru masjid desa Tatakan, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Sunan Kalijaga ketika membuat soko guru dari tatakan kayu untuk masjid Demak. Tidak ada yang tahu siapa nama asli tokoh ini, sabutan Datu Sanggula adalah nama yang diberikan oleh Syekh Muhammad Arsya ketika beliau menjawab tidak memakai ilmu atau bacaan tertentu, kecuali ”hanya menjaga keluar masuknya nafas, kapan ia masuk dan kapan ia keluar“, sehingga dapat secara rutin pulang pergi sholat ke Masjidilr Haram dsetiap hari Jumat.
Versi ketiga, herdasarkan buku yang disusun oleh H.M. Marwan (2000) ménjerlaskan bahwa nama asli Datu Sanggul adalah Syekh Abdus Samad, ia berasal dari Aceh (versi lain menyebutkan dari Hadramaut dan dari Palembang). Sebelumnya Datu sanggu sudah menuntut ilmu di Banten dan di Palembang, ia menjadi murid ketigra dari Datu Sunan yang merupakan mahaguru para datu yang ahli agama dan mendalami ilmu Tasawuf asal Pantai Jati Munggu Karikil, Muning Tatakan Rantau. Informasi lain yang barkembang juga ada yang menyatakan bahwa nama asli Datu Sanggul adalah Ahmad Sirajul Huda atau Syekh Jalil. Datu Sanggul atau Syekh Abdus Samad satu-satunya murid yang dipercaya oleh Datu Suban untuk menerima kitab yangg terkenal dengan sebutan kitab Barincong, beliau juga dianggap rnemilikyi ilmu kewalian, sehingga teristimewa di antara ketiga belas orang murid Datu Suban.
Datu Sanggul lebih muda wafat; yakni di tahun pertama kedatangan Syekh Muhammad Arsyad di Tanah Banjar. Berkat keterangan Syekh Muhammad Arsyad-lah identitas kealiman dan ketinggian ilmu datu Sanggul terkuak serta diketahui oleh masyarakat luas, sehingga mereka yang asalnya meenganggap "Sang Datu" sebagai orang yang tidak pernah shalat Jumat sehingga tidak layak untuk dimandikan, pada akhirnya berbalik menjadi hormat setelah diberitakan oleh Syekh Muhammad Arsyad perihal sosok Datu Sanggul yang sebenarnya.